Personal Blogs - Blog Rankings blog search directory Internet blogs Internet Blogs
TopOfBlogs Ping your blog, website, or RSS feed for Free
» Please download Adobe Flash Player « before watching the streaming

Rabu, 27 April 2011

STRATEGI ENERGI RUSIA 2030 DENGAN IRAN DAN ASEAN SEBAGAI MITRA POTENSIAL




Rusia sebagai negara yang menguasai teknologi nuklir, rasa-rasanya tidak perlu diragukan lagi. Skema pengembangan industri nuklir sudah dicanangkan oleh pemerintah Rusia pada Januari 2010 lalu. Yaitu disetujuinya sebuah program dengan sasaran strategis terciptanya platform teknologi baru dalam membangun beberapa reaktor nuklir dalam skema munculnya sebuah kekuatan industri nuklir di Rusia.

Dan ini berarti, akan dibangunnya beberapa pembangkit tenaga nuklir yang diproyeksikan untuk  program jangka panjang hingga 2050. Kalau melihat kapasitas dan penguasaan teknologi Rusia sejak awal Perang Dingin yang dimulai sejak 1950-an, rasa-rasanya rencana strategis Rusia tersebut tidak main-main.

Betapa tidak. Menurut penelusuran pustaka tim riset Global Future Institute, sejak 1954 Rusia sudah mampu membangun Pembangkit Tenaga Listrik Nuklir dan mampu menghasilkan 5 mega watt energi reaktor Obninsk.  Bahkan sejak 1963-1964, setidaknya ada dua pembangkit tenaga nuklir yang berskala komersial lumayan tinggi. Bahkan yang lebih menakjubkan lagi, pada 1980 Rusia tercatat sudah memiliki 25 reaktor bertenaga nuklir yang layak operasi. Hanya sayangnya, gara-gara kasus Chernobyl, pengembangan industri nuklir Rusia sempat mengalami hambatan dan bahkan kemandegan yang cukup serius.

Alhasil, antara 1986 hingga pertengahan 1990-an, Rusia hanya ada satu reaktor pembangkit tenaga nuklir di Rusia, yang terdiri dari 4 unit di Balakovo, serta tambahan tiga unit lagi di Smolenk.

Menyusul rontuhnya Uni Soviet dan diterapkannya reformasi ekonomi, praktis program pembangunan dan pengembangan nuklir Rusia hancur berantakan karena tidak ada ketersediaan dana yang cukup untuk program tersebut.

Namun titik cerah mulai muncul kembali pada akhir 1990-an ketika Iran, India dan Cina meminta pasukan nuklir dari Rusia. Dengan mengalirnya permintaan pasokan nuklir dari ketiga negara tersebut, maka program pengembangan teknologi nuklir Rusia mendapat momentum untuk bangkit kembali. Karena kali ini, ada ketersediaan dana yang cukup mendukung.

Tak heran jika pada 2000, konstruksi nuklir Rusia bangkit kembali ditandai dengan diluncurkannya satu unit jenis Rostov-1 atau lebih dikenal dengan Volgodonsk-1. Maka, kepercayaan diri dan moral para pakar nuklir  Rusia bangkit kembali. Apalagi ketika disusul dengan kemunculan produk-produk lanjutannya seperti jenis Kalinin-3 pada 2004 dan Rostov-2 pada 2010 lalu.

Sebagai Pemasok Teknologi Nuklir di Mancanegara

Masuk akal jika dalam proyeksinya di tahun 2030 mendatang, Rusia akan diharapkan akan menambah kapasitasnya mencapai 2 sampai 3 GWe setiap tahunnya. Sekaligus meluaskan produknya menjadi produk ekspor pembangkit tenaga nuklir untuk melayani kebutuhan akan pengembangan pembangkit tenaga nuklir di beberapa negara.

Indonesia sendiri, pada Desember 2010 lalu, Provinsi Bangka Belitung akan membangun dua pembangkit listrik tenaga nuklir dengan kapasitas terpasang sebesar 16.600 MW dalam waktu dekat untuk memenuhi kebutuhan listrik provinsi itu.

Salah satu pembangkit listrik tersebut akan memiliki kapasitas sebesar 10.000 MW berlokasi di Muntok, Kabupaten Bangka Barat, dan yang lainnya dengan kapasitas 600 MW di Desa Permis, Kabupaten Bangka Selatan.

Kedua lokasi ini dipilih oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) setelah melakukan studi menyeluruh sejak tahun 2009. Situs ini memiliki kondisi tanah yang baik dan tepat untuk pembangkit listrik tenaga nuklir, dan juga dekat dengan pantai untuk mengurangi biaya transmisi.

Dalam skema rencana tersebut, barang tentu Rusia menjadi salah satu mitra potensial yang menjadi pertimbangan penting di kalangan pengambil kebijakan strategis di Indonesia.

Karena pembangkit listrik tenaga nuklir seperti ini telah dimanfaatkan di negara-negara seperti Jepang, Korea, Rusia, Slovenia, Slovakia dan negara maju lainnya di Eropa. Karena itu, sangatlah wajar jika Indonesia melirik Rusia sebagai salah satu negara yang diharap akan jadi pemasok tenaga nuklir dalam rangka program pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir tersebut.

Bicara soal Rusia sebagai pemasok teknologi nuklir, maka berarti bicara tentang RAO United Energy System (UES) yang mengontrol pasokan pembangkit listrik tenaga nuklir Rusia. Mulanya UES alami banyak hambatan serius. Begitupun pada 2009, pemerintah Rusia telah mencanangkan strategi energi 2030 yang memproyeksikan investasi di bidang ini untuk dua dekade mendatang. Dengan melipatgandakan kapasitas pembangkit tenaga nuklirnya dari 225 GWe pada 2008 menjadi 355-445 GWe pada 2030.

Bahkan dalam revisinya di tahun 2010, Rusia memproyeksikan permintaan pasokan sebesar 1288 miliar KWh pada 2020 dan 1558 KWh pada 2030, sehingga mensyaratkan adanya ketersediaan sekitar 78 Gwe reaktor pembangkit tenaga nuklir baru pada 2020.
Berarti dalam proyeksi strategi energi Rusia 2030, harus ada total sekitar 178 GWe pembangkit tenaga listrik pada 2030, termasuk sekitar 43,4 Gwe nuklir. Dan mensyaratkan ketersediaan dana sebesar 9800 miliar Rubel untuk pembangunan pembangkit tenaga listrik dan 10,200 miliar Rubel  untuk biaya transmisi pada 2030.
Meski hanya soal pembanguna pembangkita listrik tenaga nuklir, rencana Rusia ini sudah cukup bikin cemas Amerika Serikat dan negara-negara eropa barat. Apalagi ketika ada tren menuju persekutuan strategis Rusia dan Republik Islam Iran.

Amerika Serikat Cemas Dengan Kerjasama Strategis Nuklir Rusia-Iran

Tak heran jika pada Agustus 2008 lalu, Rusia mendapat serangan dan kecaman keras dari kalangan pro barat di Amerika maupun Eropa terkait dengan pemasangan final bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Bushehr di Iran.

Harian Le Figaro cetakan Paris dalam laporannya mengungkapkan, keputusan Rusia untuk mengoperasikan secara penuh PLTN Bushehr bisa memunculkan silang sengketa di tubuh kelompok Wina yang beranggotakan AS, Rusia, dan Perancis.

Sementara Televisi Fox News yang dikenal sebagai corong departemen pertahanan AS (Pentagon) menyebut peluncuran PLTN Bushehr sebagai petanda langkah Iran untuk bergabung dengan kelompok kekuatan nuklir dunia.

Fox News memaparkan bahwa Iran hendak menjejakkan langkah besar untuk menjadi kekuatan nuklir yang dibantu oleh Rusia. Kanal propaganda Pentagon itu menambahkan, peluncuran PLTN Bushehr membawa pesan bahwa Iran bisa menjadi anggota kelompok eksklusif negara-negara industri yang memiliki kemampuan nuklir.

Televisi Al Jazeera dalam siaran beritanya mengungkapkan pemasangan bahan bakar PLTN Bushehr hanya selang beberapa pekan setelah Dewan Keamanan PBB mensahkan sebuah resolusi yang berisi paket sanksi tambahan terhadap Republik Islam Iran. Di sisi lain, Televisi CNN dalam reportasenya mengakui bahwa pengoperasian PLTN Bushehr merupakan simbol kemajuan program nuklir sipil Iran.

Tak ketinggalan, Harian The Guardian cetakan London dan Televisi France-24 juga menyorot berita pemasangan bahan bakar PLTN Busher. Saluran berita asal Perancis itu menyatakan, peluncuran PLTN Bushehr menunjukkan tekad baja pemerintah Iran untuk melanjutkan program nuklirnya. France-24 menambahkan, PLTN Bushehr hanya merupakan bagian dari program masif nuklir Iran.

Lebih lanjut saluran berita berbahasa Perancis itu menjelaskan, Iran berencana membangun 20 PLTN lainnya dalam jangka waktu 20 tahun yang akan menghasilkan listrik 20 ribu megawatt. Oleh karena itu, pengoperasian PLTN Bushehr akan semakin memperkokoh tekad bangsa Iran untuk melanjutkan program nuklirnya.

Menurut catatan Global Future Institute yang telah terdokumentasi secara lengkap di situs kami www.theglobal-review.com PLTN Bushehr diputuskan beroperasi setelah sempat tertunda selama 4 tahun. Badan Tenaga Atom Internasional Iran (AEOI) dan Perusahaan Tenaga Atom Rusia (Rosatom) mengumumkan, PLTN akan diluncurkan pada 21 Agustus 2010.

PLTN Bushehr terletak di wilayah selatan Iran, di tepi pantai Teluk Persia.

Pembangunan PLTN itu dimulai pada 1970-an oleh beberapa perusahaan Jerman namun terhenti menyusul embargo AS terhadap pasokan teknologi tinggi kepada Iran setelah Revolusi Islam 1979. Proyek itu lantas dilanjutkan Rusia pada dekade 1990-an. Dan PLTN Bushehr ini adalah hasilnya.

Di balik gelombang kecaman media-media barat yang kita kenal sepenuhnya berada dalam kepemilikan beberapa korporasi besar, sejatinya ditujukan kepada Rusia atau mencerminkan kecemasan kalangan penentu strategis keamanan nasional Amerika dan beberapa negara Eropa barat.

Kecemasan barat bisa terlihat ketika terjadi ekspansi NATO ke Eropa Timur dan penguatan militer AS di negara-negara sekitar Rusia. Hal itu menunjukkan bahwa logika militer Gedung Putih masih seperti di era Perang Dingin. Washington hanya berambisi untuk melemahkan rival lamanya. Kalaupun belakangan ini AS tampak ingin memberikan peran yang lebih besar kepada Rusia di kancah internasional dan berusaha mendekatinya, semua itu tak lain hanyalah trik untuk melimpahkan beragam persoalan dan krisis yang sedang mendera AS.

ASEAN, Mitra Potensial Rusia

Bagi Rusia, negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, merupakan mitra potensial untuk pembangunan potensi energi tenaga nuklir. Menurut data pantauan tim Riset Global Future Institute, ada  dua negara di kawasan Asia Tenggara yang berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Vietnam, yang merupakan negara anggota ASEAN, berencana membangun PLTN pada 2014 dengan menggunakan teknologi Rusia.

Thailand, yang juga sesama negara anggota ASEAN, sedang mencari cara untuk mengembangkan tenaga nuklir untuk mengurangi ketergantungan pada gas alam dan berencana akan membangun empat PLTN masing-masing 1.000 MW dengan total biaya sekitar delapan miliar dolar AS. Dua dari instalasi tersebut diharapkan untuk memproduksi energi pada 2020 dan sisa dua lainnya pada 2021.

Bahkan Kamboja pun ada rencana serupa untuk membidik tenaga nuklir sebagai sumber energi masa depan guna memenuhi kebutuhan domestik yang meningkat, walau konstruksi instalasi tersebut masih lama.

Ilmuwan Kamboja sudah memulai untuk meneliti teknologi nuklir dalam upaya untuk mengimbangi negara tetangga di kawasan Asia Tenggara yang berencana membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dalam beberapa tahun ke depan, demikian menurut Menteri Luar Negeri, Ith Praing, di Kementerian Energi, Sumber Daya dan Mineral Kamboja tahun lalu.

Bahkan Kamboja berkeinginan untuk menarik investasi asing sebesar sekitar tiga milyar dolar untuk membiayai pembangunan enam PLTN pada 2018.

Tentu saja tren yang berkembang di kawasan Asia Tenggara itu dipandang sebagai momentum yang menguntungkan bagi Rusia. Korporasi Energi Atom Negara Rusia telah menawarkan untuk membantu negara anggota ASEAN membangun PLTN dan mengembangkan penggunaan yang aman di kawasan yang sebelumnya sudah diestimasi kebutuhan dasar energi akan meningkat 2,5 persen pertahun hingga 2030.

Situasi semacam ini nampaknya mencemaskan bagi Amerika yang kita ketahui menyimpan sekitar 10 ribu hulu ledak nuklir dan tercatat sebagai pelanggar utama kesepakatan-kesepakatan internasional. Negara adidaya ini memanfaatkan Dewan Keamanan PBB dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) sebagai alat untuk menekan negara-negara lain dan berdasarkan klaim-klaim palsu, menuding Iran bermaksud membuat bom atom.

Bukan itu saja. Washington juga punya kerjasama luas nuklir dengan negara-negara yang menolak menandatangani traktat larangan dan penyebaran senjata atom. Padahal menurut aturan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT), negara-negara pemilik teknologi nuklir harus membantu program nuklir negara-negara anggota NPT, sebaliknya melarang kerjasama nuklir dengan negara-negara non-anggota.

Karenanya, setiap negara yang berpotensi untuk mengaksis teknologi nuklir baik untuk tujuan damai maupun yang jelas-jelas mengarah pada pembangunan persenjataan nuklir, Amerika akan memandang hal tersebut sebagai potensi ancaman. Dan dalam konteks tersebut, Rusia akan tetap dipandang sebagai musuh potensial Amerika mengingat terjalinnya kerjasama strategis teknologi nuklir dengan Iran, India, Cina dan beberapa negara ASEAN, termasuk Indonesia. 



Posted by : kurtdickblog.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

Demis Roussos - Goodbye My Love Goodbye .mp3
Found at bee mp3 search engine

 
Powered by Blogger